PENEMUAN TULISAN MENGUBAH PERADABAN
MANUSIA PRASEJARAH MENJADI MANUSIA BERSEJARAH
Sejarah
ada karena tulisan. Dengan tulisan yang ditinggalkan sebuah masyarakat kuno,
kita bisa membaca bagaimana kehidupan mereka. Tulisan itu biasanya tertuang
dalam berbagai benda purbakala, seperti prasasti, batu nisan, atau benda-benda
yang dipakai dalam kebutuhan sehari-hari.
Era
di mana manusia belum mengenal tulisan, dengan mudah kita menyebutnya sebagai
sebagai prasejarah atau primitif. Manusia meyakini era itu ada, tetapi tidak
tahu banyak bagaimana corak kehidupan di dalamnya, karena tak ada tulisan yang
bisa menjelaskannya. Para ahli masa lalu (sejarawan atau antropolog) pun
membuat batas-batas tahun yang menandai peradaban manusia, dari prasejarah ke
era sejarah.
Namun
batasan tahun itu sebetulnya relatif, karena pengetahuan manusia berkembang.
Seperti profil masyarakat tertua dalam peradaban Eropa Kuno, ‘The Thracians’,
sebelumnya dianggap sebagai masyarakat primitif. Namanya telah disebut-sebut
oleh beberapa penulis klasik seperti Homer, Herodotus, Pythagoras, Plutarch,
atau yang lain. Tak ditemukan tulisan dari masyarakat tersebut.
Dr
Stephen Guide yang kemudian merubah kesimpulan itu. Dengan bantuan teknologi
baca tanda yang berbasis kamputer, Dr Guide menyimpulkan bahwa beberapa tablet
yang ditemukan Gradeshnits, Bulgaria, ternyata menyimpan sebuah pesan tertulis.
Dalam analisisnya, ternyata tanda-tanda itu memiliki kemiripan dengan tulisan
hieroglyp di Mesir. Tulisan ini kemudian dianggap sebagai tulisan hieroglyp
yang pertama ada, sebelum masyarakat Mesir mengadopsinya.
Temuan
itu pun merubah batasan prasejarah. Masyarakat yang tadinya dianggap sebagai
primitif kini dimasukkan dalam era sejarah. Teknologi telah merubah masa lalu,
setidaknya dalam cara pandang dan kesimpulan kita atas masa itu.
Seperti
juga bentuk-bentuk budaya manusia lainnya, kepandaian tulis baca terbentuk
melalui beberapa tahapan proses seiring dengan perkembangan cara berfikir suatu
kelompok masyarakat manusia dalam waktu tertentu. Pertumbuhan suatu budaya
tercipta dengan dorongan persepsi manusia itu terhadap kebutuhan untuk
membebaskan diri dari tantangan-tantangan hidup yang ditemui. Dengan kata lain
bagaimana manusia bisa menciptakan suatu usaha yang dengannya akan terpenuhi
tuntutan kebutuhan hidup mereka. Apabila hasil usaha itu merupakan pemenuhan
tuntutan hidup dan berproses melalui pemikiran, maka hal itu merupakan suatu
bentuk budaya baru. Pelahiran budaya baru pada suatu masyarakat akan senantiasa
merupakan gambaran perkembangan cara berfikir manusia pada saat itu.
Menulis,
adalah salah satu bentuk budaya yang tercipta melalui proses-proses yang
disebutkan. Penemuan lambang-lambang oral (huruf)yang bentuk akhirnya berupa
tulisan, adalah suatu prestasi intelektual yang dicapai manusia dalam peradaban
masyarakat klasik. Peralihan sistem komunikasi manusia dari tradisi oral ke
tradisi menulis, sangat mempengaruhi percepatan perkembangan budaya dan
perluasan informasi antar masyarakat dan antar generasi secara lebih otentik
dan efektif. Akibat dari semua itu, tentunya --secara tidak langsung--, akan
merubah tatanan budaya-budaya lainnya ke bentuk yang lebih baik dari masa-masa
sebelumnya. Dengan demikian penemuan budaya tulisan dalam sistem budaya suatu
masyarakat, tidak hanya akan menawarkan peningkatan dalam lapangan komunikasi
saja, akan tetapi lebih jauh akan mempengaruhi aspek-aspek budaya manusia itu
secara keseluruhan. Hal-hal yang kita sebutkan terbukti dari beberapa kerajaan
besar pada zaman purba --seperti Mesir, Sumeria, Babylonia, Niniveh, China dan
lain-lain-- yang telah memperoleh kemajuan yang pesat di bidang peradaban dalam
masa 10.000 tahun semenjak mereka menemukan tulisan. Kemajuan tersebut ternyata
lebih besar dari apa yang dicapai selama Zaman Batu yang berlangsung lebih
kurang 2 juta tahun (Santoso,tt:19-20).
1. Proses Pertumbuhan Tulisan
1. Proses Pertumbuhan Tulisan
a.
Tulisan
Gambar
Sebagai
salah satu hasil budaya, bagaimanakah awalnya tradisi menulis itu bermula pada
suatu kelompok masyarakat manusia ?. Sebagaimana telah dikemukakan pada
bahagian terdahulu bahwa tumbuhnya suatu budaya adalah karena adanya tantangan
kebutuhan yang harus dipenuhi di dalam kehidupan. Kebutuhan akan tulisan bagi
masyarakat tradisional (primitif), dirasakan setelah komunikasi lisan tidak
lagi memadai di dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan itu timbullah
ide-ide sederhana untuk melambangkan setiap apa yang bisa mereka ucapkan.
Tuntutan ini pada awalnya melahirkan bentuk-bentuk lambang sederhana dan rumit,
yaitu dengan cara menggambarkan setiap benda yang diucapkan.
Perlambangan
dengan gambar. Kemudian mengalami keterbatasan-keterbatasan. Oleh karena
penggambaran itu hanya akan dapat dilakukan terhadap pengucapan-pengucapan yang
berwujud kata benda atau mungkin kata kerja. Sedangkan untuk pengucapan yang
bersifat abstrak, seperti kata sifat atau keadaan, tentu penggambarannya akan
sulit dilakukan.
Tulisan
gambar, di samping memiliki keterbatasan, juga sangat rumit. Karena sudah
barang tentu untuk satu baris tulisan (satu kalimat) saja mungkin akan terdiri
dari berpuluh-puluh jejeran gambar. Ini mengakibatkan tulisan itu sulit untuk
dipahami serta penulisannya memakan tempat yang luas, di samping itu tidak
semua orang yang bisa menggambar. Namun demikian, tulisan gambar setidaknya adalah
proses pertama dari timbulnya tulisan pada masyarakat kuno, seperti Mesir,
Sumeria, China dan lain-lain, yang dianggap telah melahirkan bermacam-macam
jenis tulisan yang ada di dunia hingga saat ini.
b.
Tulisan
Rumus
Perkembangan
selanjutnya dari tulisan gambar ialah tulisan rumus (Zainuddin,1974:295). Upaya
pertama yang dilakukan adalah penggambaran terhadap pengucapan yang abstrak,
seperti kata sifat dan keadaan, yaitu dengan cara menggabungkan beberapa buah
gambar benda dan ditujukan untuk satu pengertian sifat atau keadaan; seperti
untuk penulisan karta 'siang' digunakan gambar matahari yang sedang memancarkan
sinarnya, untuk melukiskan kata 'lapar', digambarkan sebuah tangan yang
terletak didepan mulut. Menurut sementara ahli, sebagai proses kedua setelah
tulisan gambar, adalah Pictographic Writing (Zainuddin,1974:20), yaitu tulisan
gambar yang telah dipermudah cara pembuatannya (disederhanakan), dimana
penggambaran benda-benda atau peristiwa diwakili oleh tanda kanji tertentu dan
masih bersifat konkrit.
c.
Tulisan
Potongan
Proses
Pictographic Writing seperti disebutkan diatas, oleh Naji Zainuddin, adalah
merupakan proses ketiga, yang ia sebut dengan Tulisan Potongan. Menurutnya
tulisan ini masih berbentuk gambar (bersifat konkrit), akan tetapi sudah dipotong
untuk kebutuhan pengungkapan satu suku kata, seperti gambar 'tangan ' untuk
menuliskan kata yang berawalan yad ('yad' artinya : tangan )
(Zainuddin,1974:20). Kata Yadhas, Yadhar dan semacamnya, memakai tanda kanji
yang sama yaitu 'tangan' dengan tambahan lambang pada susku kata berikutnya.
d.
Tulisan
bunyi
Perkembangan
selanjutnya ialah Tulisan Bunyi, yaitu tulisan yang mempergunakan gambar
sebagai lambang bunyi permulaan suatu sukukata pada kalimat. Proses ini juga
disebut sebagai proses abstraksi yang pada dasarnya menemukan sifat atau
peristiwa bunyi dan detail satu bunyi diujudkan dengan suatu tanda.
Pada
tahap ini, lambang yang semula merupakan lambang bunyi suku kata pertama
menjadi lambang bunyi awal suku kata tersebut. Perubahan ini melahirkan lambang-lambang
konsonan.
e.
Alphabetis
Meningkatnya
cara berfikir manusia, pada gilirannya telah menuntut perubahan-perubahan pada
tulisan yang digunakan, setelah mana tulisan yang digunakan dirasakan kurang
efektif lagi. Proses alphabetis (hijaiy), merupakan tingkat pengabstraksian
lebih lanjut dari proses-proses sebelumnya. Pada tingkat ini mulai dilakukan
pemisahan tanda terhadap bunyi yang berbeda pada suatu suku kata itu. Pembedaan
tanda bunyi suku kata pada tingkat ini telah melahirkan tanda-tanda vokal, di
mana sebelumnya yang ditandai pada awal suku-kata adalah bunyi-bunyi konsonan
saja. Kemudian karena sulitnya membedakan bunyi awal suku kata yang sama,
dilakukan pula usaha untuk membedakan bunyi-bunyi itu dengan memberi
tanda-tanda tertentu. Tanda inilah yang disebut huruf-huruf vokal.
Dengan
proses ini menjadi lengkaplah tercipta lambang dari setiap bunyi yang keluar
dari mulut (lambang oral). Lambang-lambang itu kemudian kemudian disusun
sedemikian rupa dan dibedakan antara lambang-lambang konsonan dan
lambang-lambang vokal. Susunan lambang-lambang ini disebut dengan alphabet.
Penemuan
pola perlambangan oral dalam bentuk tulisan --pada proses terakhir itu--,
ternyata telah menuntun kemajuan yang banyak dalam hal ini. Huruf-huruf yang
merupakan lambang bunyi, semakin lama semakin disederhanakan ; lambang-lambang
yang terlalu banyak dan rumit diperkecil jumlahnya dan dipermudah cara
pembuatannya. Hal ini memberi pengaruh yang besar terhadap pembakuan pola
penulisan, yang justru dengan itu pula, semakin kecil kemungkinan terjadinya
kekeliruan dan perbedaan penggunaan lambang-lambang dalam menulis akibat dari
terlalu banyaknya jumlah lambang yang digunakan.
Berbeda
dari apa yang telah diuraikan terdahulu, ada lagi tahapan proses yang
berkembang dari tulisan gambar yang tidak mengarah kepada terbentuknya
alphabet, akan tetapi tetap mempertahankan cara-cara pengungkapan dengan
gambar. Penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan dalam perkembangannya
hanyalah penyederhanaan gambar-gambar saja, yaitu dari bentuk yang rumit dan
pelik kepada bentuk yang makin sederhana, dengan kata lain, lambang gambar yang
semula masih bersifat konkrit, diabstraksikan ke bentuk lambang yang mudah
dibuat, tetapi pemahamannya tetap pada pengertian gambar yang dimaksudkan.
Contoh satu-satunya untuk proses ini adalah tulisan yang digunakan oleh
orang-orang Tionghoa purba. Bahkan di wilayah-wilayah yang berkebudayaan
Tionghoa, seperti Jepang Korea, Taiwan dll. Hingga saat ini masih tetap memakai
cara penulisan seperti itu.
Dengan
uraian diatas, setidaknya ada dua alur proses yang secara umum telah ditempuh
oleh masyarakat klasik dalam pengembangan pola penulisan mereka. Yang disebut
pertama adalah perkembangan tulisan yang mengarah kepada pembentukan
huruf-huruf alphabetis dan didasarkan pada nilai bunyi (phonetis). Sedangkan
proses kedua adalah pengembangan tulisan yang tidak menekankan pada nilai bunyi
dan tidak mengarah kepada pembentukan alphabeth, akan tetapi tetap didasarkan
pada lambang gambar dengan pemahaman makna dan pengertian lambang yang
digambarkan disebut dengan pictografis ideografis.
2. Tulisan-tulisan Tertua
Gambaran
tentang proses terciptanya tulisan seperti diuriakan terdahulu adalah proses
yang secara umum telah dilalui oleh masyarakat purba dalam pengembangan
komunikasi tulis mereka. Proses ini tentunya berjalan secara evolusi dan
memakan waktu yang panjang. Penggalian-penggalian arkeolog pada beberapa situs
yang dianggap sebagai pusat peradaban tertua, telah memberikan
informasi-informasi yang sangat penting tentang sistem tulisan yang digunakan
oleh masyarakat purba serta tahap-tahap perkembangannya. Dari
inskripsi-inskripsi yang ditemukan itu, diketahui bahwa ulisan-tulisan yang
dianggap tertua terpulang kepada masa 1.k 4000 tahun sebelum Masehi. Diantara
tulisan-tulisan tertua itu adalah: tulisan Sumeria pada wilayah lembah
Mesopotamia, Tulisan Mesir kuno dan tulisanTionghoa yang digunakan oleh
masyarakat Tiongkok di wilayah propinsi Honan di sebelah utara sungai kuning.
Pada subbahasan ini akan dikemukakan jenis-jenis tulisan tertua itu beserta
perkembangannya hingga melahirkan beberapa jenis tulisan penting yang dipakai
hingga saat ini.
a.
Tulisan
Sumeria
Dari
penemuan-penemuan tertulis disekitar wilayah lembah Mesopotamia telah
membuktikan bahwa orang-orang Sumeria yang mendiami wilayah ini beberapa ribu
tahun sebelum Masehi, telah menggunakan sejenis tulisan gambar. Tulisan ini
digunakan oleh orang-orang Sumeria dan mendapatkan perkembangan dizaman
Babylonia sebagai pewaris peradaban Sumeria, kemudian oleh bangsa Assyiria yang
menggantikannya.
Penemuan
'kitab' undang-undang Hammurabi, telah membuka pengetahuan kita tentang tulisan
yang digunakan di kerajaan Babylonia, setidaknya pada masa pemerintahan
Hammurabi, yang besar itu. Undang-undang Hammurabi ini ditemukan oleh seorang
sarjana Perancis pada tahun 1901 (Mansur,tt:157;Gottschalk,1986:86). Undang-undang
ini ditulis pada sebuah tugu batu bersegi delapan dengan ketinggian 20 meter
dan berisikan undang-undang dan peraturan yang terdiri dari 282 bab.
Studi-studi
yang dilakukan terhadap tugu batu itu pada akhirnya berhasil menyingkapkan
misteri tulisan yang mirip jejak-jejak paku yang berjejer pada setiap segi dari
tugu ini. Para ahli berhasil membaca dan menemukan beberapa informasi yang
sangat penting bagi penelitian sejarah selanjutnya tentang peradaban masyarakat
di lembah Mesopotamia.
Penemuan
tugu batu undang-undang Hammurabi beserta penemuan-penemuan lainnya tidak saja
telah memberikan informasi tentang kehidupan masyarakat purba, akan tetapi juga
telah memberikan kesimpulan-kesimpulan tentang tradisi menulis pada masyarakat
ini semenjak beberapa ribu tahun sebelum Masehi. Tulisan Paku setidaknya adalah
merupakan proses ketiga setelah sebelumnya digunakan tulisan gambar. Tulisan
ini sudah merupakan lambang bunyi, walaupun masih ditemukan unsur-unsur
pictografisnya. Naji Zainuddin mengatakan bahwa bentuk awal dari tulisan paku
adalah campuran antara tulisan gambar (pictografis) dengan tulisan bunyi. Akan
tetapi pada bahagian lain ia memberikan ilustrasi tentang tulisan paku sebagai
lambang bunyi (Zainuddin,1974:296). Sedangkan C. Israr cendrung mengatakan
bahwa tulisan paku termasuk tulisan gambar (pictogram), tanpa memberikan
keterangan yang terperinci tentang itu; (C.Israr,1985:6) Di sini penulis lebih
cendrung mengkalsifikasikan tulisan paku ini kepada tulisan yang mengemban
nilai bunyi (fonetis), karena istilah tulisan paku ( al-Mismary = Arab,
Cuneiform=Inggeris) digunakan untuk bentuk tulisan yang ditulis menyerupai paku
(bukan penggambaran paku itu sendiri). Perubahan dari tulisan gambar kepada
tulisan paku terjadi pada masa Babylonia, sedangkan sebelumnya belum berbentuk
paku. Inilah yang agaknya tergolong pada tulisan gambar atau campuran seperti
pendapat penulis terdahulu. Amat disayangkan mereka tidak memberikan batasan
yang jelas dari istilah tulisan paku itu (Bandingkan dengan : Easton,1955:79;Mario
Pei,1971:80). Jadi, dengan demikian dipastikan bahwa dalam waktu yang jauh
sebelum itu, mereka telah menggunakan tulisan gambar dalam sistem komunikasi
mereka.
Salah
satu kebiasaan bagi masyarakat di lembah Mesopotamia adalah menulis di atas
tanah liat lembab yang telah didatarkan terlebih dahulu. Alat tulis yang
digunakan adalah semacam baji (paku) (Mario Pei,1971:79). Paku tersebut
ditekan-tekankan pada tanah liat yang masih lembab itu dan setelah itu
dikeringkan, dijemur atau dibakar. Di wilayah lembah Mesopotamia banyak sekali
dijumpai tapan-tapan tanah liat yang ditulis dengan tulisan paku itu dalam
ekskavasi yang dilakukan oleh kalangan arkeolog pada masa akhir-akhir ini.
Tapan-tapan tanah liat ini ternyata hampir menyerupai batu serta tahan, meskipun
telah terbenam dalam masa yang cukup panjang. Para ahli menyebut tapan tanah
liat itu dengan tablet cuneiform.
Pada
dasarnya tulisan paku juga berawal dari tulisan gambar (pictografis).
Perubahannya kepada kepada tulisan yang melambangkan bunyi, sangat mungkin
terjadi seiring dengan perubahan bentuk lambang ; dari gambar yang telah
disederhanakan kepada bentuk paku. Perubahan ini baru terjadi pada masa
kerajaan Babylonia yang pertama, lebih dari kurang 2000 tahun sM.
(Easton,1955:79).
Sedangkan
orang-orang Sumeria yang mendiami lembah Mesopotamia ini diperkirakan telah
mempergunakan tulisan dalam sistem komunikasi mereka semenjak 3300 tahun
sebelumnya.
b.
Tulisan
Mesir Kuno
Mesir,
setidaknya dalam waktu yang hampir bersamaan dengan peradaban di wilayah Mesopotamia,
juga telah mencapai puncak peradaban yang tinggi. Dari beberapa penggalian
arkeologis yang dilakukan di daerah-daerah lembah sungai Nil telah membuktikan
bahwa rakyat Mesir pada masa lebih kurang 3000 tahun sM. telah maju dalam
segala lapangan kebudayaan.
Salah
seorang perwira Insinyur yang dibawa oleh Napoleon Bonaparte ke Mesir, Kapten
M. Boussard, melakukan penggalian di dekat pelabuhan Rasyid (Rosetta). Ia
menemukan sekeping batu berukir yang panjangnya 3,5 kaki, lebar 2,5 kaki dan
dengan ketebalan 1 kaki. Batu ini kemudian dikenal dengan Batu Rasyid (Rosetta
Stone). Batu ini menjadi lebih penting setelah dilakukan penelitian terhadap
ukiran-ukiran yang ada di dalamnya, ternyata ada tiga kelompok tulisan yang
terdiri dari : pada bahagian bawahnya adalah huruf-huruf Greek sebanyak 54
baris dan dua kelompok tulisan Mesir Kuno pada bahagian atasnya. Huruf-huruf
Greek itu dapat dikenali dengan baik. Ia berisikan sebuah dekrit yang bertarikh
18 Mesir (27 Maret) tahun 196 sM. Dekrit ini ditulis oleh pendeta-pendeta kuil
Memphis sebagai penghormatan mereka terhadap pengusaha Greek di tanah Mesir
saat itu, yaitu Ptolemy Ephipanes (205-181 sM.).
Sementara
kelompok huruf yang terdapat pada batu ini terdapat kurung membujur dan pada
beberapa bagian terdapat tulisan yang membentuk cakar ayam.
Pada masa kemudian beberapa orang sarjana, seperti G. Zoega (Denmark) dan Dr. Thomas Young (Inggeris) berhasil mengeja huruf-huruf pada kurung membujur itu dan diketahui bahwa itu adalah nama Ptolemy Ephipanes.
Pada masa kemudian beberapa orang sarjana, seperti G. Zoega (Denmark) dan Dr. Thomas Young (Inggeris) berhasil mengeja huruf-huruf pada kurung membujur itu dan diketahui bahwa itu adalah nama Ptolemy Ephipanes.
Pada
waktu Inggris berhasil merebut Mesir dari tangan Perancis tahun 1801, Batu
Rasyid ini dibawa ke Inggeris dan disimpan di British Moseum. Namun demikian
sarjana-sarjana Perancis tetap melakukan penelitian-penelitian yang sekasama
terhadap tulisan Mesir kuno itu.
Jean
Francois Champollion menghubungkan tulisan-tulisan yang terdapat ada Batu
Rasyid itu dengan inskripsi yang terdapat pada tiang Obelisk yang ditemyukannya
di pulau Philae, sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah sungai Nil. Berkat
studinya yang tak kenal lelah, akhirnya ia dapat memecahkan rumus-rumus tulisan
Mesir kuno yang dua macam itu. Kelompok tulisan pada bahagian atas adalah
tulisan Hierogliph, sedangkan kelompok tulisan pada bagian tengahnya adalah
tulisan Demotic. Kedua bentuk tulisan ini dipakai secara bersamaan oleh rakyat
Mesir untuk penggunaan yang berbeda.
Dengan
ditemukannya rahasia huruf-huruf Hioerogliph telah mengundang
ekspedisi-ekspedisi ilmiah lebih lanjut untuk menggali peninggalan-peninggalan
kuno bangsa Mesir. Denga demikian dinasti demi dinasti dari kekuasaan Pharao
terungkapkan sejarahnya. Para ilmuan membanjir datang ke Mesir untuk meneliti
lebih jauh situs-situs peradaban bangsa Mesir kuno, terutama pada tiang-tiang
Obelisk, ukiran-ukiran pada pyramid, patung-patung serta papyrus-papyrus tua
yang bertebaran. Dari hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa inskripsi
tertua terdapat pada pyramid Unas (kuburan raja terakhir dinasti kelima atau
lebih kurang 300 tahun sebelum Masehi. Inskripsi ini ditemukan di wilayah Kobtos.
Studi-studi
tentang sejarah kebudayaan Mesir purba yang dilakukan oleh ahli-ahli
sesudahnya, telah pula membuka mata lebih jauh tentang tulisan yang digunakan
di Mesir. Ada tiga jenis tulisan yang dipakai oleh rakyat Mesir purba dan
masing-masing digunakan untuk keperluan yang berbeda-beda. Di antara jenis
tulisan itu adalah : pertama, Hieratic, yaitu tulisan yang biasanya digunakan
untuk penulisan-penulisan resmi (official script ). Jenis kedua adalah Demotic,
yang bentuk dan cara penulisannya berbeda dengan jenis pertama. Tulisan ini
digunakan sehari-hari oleh rakyat biasa. Kedua jenis tulisan yang telah
disebutkan biasanya ditulis di atas kertas papyrus.
Berbeda
dengan kedua jenis tulisan tersebut, ada lagi tulisan yang disebut denga
Hieroghliph, yang merupakan tulisan gambar dan lebih konkrit dalam penonjolan
gambarnya dibanding dengan dua tulisan terdahulu. Hierogliph ini biasanya
digunakan secara khusus untuk menulis-teks-teks suci yang bersifat
ritual/sacral (Easton,1971:70). Karena itu, jenis ini tidak dapat digunakan
untuk keperluan komunikasi biasa. Tulisan Hierogliph ini banyak sekali dijumpai
pada makam-makam Pharao (Fir'aun), yaitu dalam piramid-piramid pada situs-situs
peradaban masyarakat Mesir purba.
Seperti
juga tulisan Cuneiform di Mesopotamia, tulisan Mesir kuno ini juga berawal dari
tulisan gambar, meskipun pada saat ditemukan sudah tidak lagi merupakan lambang
gambar, akan tetapi sudah melambangkan bunyi. Proses peralihan fungsi lambang
ini berjalan dalam waktu yang lama dan secara berangsur-angsur. Lambang
"matahari" --yang oleh rakyat Mesir disebut dengan "re"--,
dalam perkembangannya akhirnya berubah fungsi dari pengertian matahari itu
sendiri menjadi lambang bunyi suku kata yang berbunyi "re" (Mario Pei,1971:80).
Lambang-lambang yang menunjukkan bunyi suku- kata inilah yang banyak dijumpai
pada ketiga jenis tulisan yang telah disebutkan terdahulu.
Pada
awalnya tulisan kuno di Mesir ini ditulis secara vertikal dari atas ke bawah
dan sewaktu-waktu ditulis secara horizontal dari kiri ke kanan dan diikuti dari
kanan ke kiri. Sedangkan pada masa terakhir, diketahui bahwa tulisan Hierogliph
ditulis dari kiri ke kanan (Zainuddin,1974:297). Penggunaan papyrus sebagai
media tulis adalah sangat umum, terutama untuk tuisan Hieratic dan Demotic, sementara
tulisan Hierogliph biasanya ditulis/diukir di atas batu.
c.
Tulisan
Tionghoa
Pengetahuan
tentang peradaban bangsa Tionghoa purba terungkap dengan dilakukannya
penggalian-penggalian arkeologis oleh sejumlah ahli di wilayah ini. Pada awal
abad kedua puluh ini telah dilakukan penggalian di daerah Honan, sebuah daerah
tua yang terletak di bagian utara sungai Kuning (Hoang Ho). Di daerah ini
terdapat sebuah timbunan tanah yang oleh bangsa Tionghoa disebut dengan
"Timbunan Tanah Yin". Sejumlah benda-benda purbakala, seperti
tulang-belulang serta piring-piring yang terbuat dari kulit penyu, berhasil
ditemukan pada penggalian ini.
Hasil
penemuan ini menjadi penting, setelah diketahui bahwa goresan-goresan yang
menghiasi tulang belulang dan piring-piring kulit penyu itu adalah merupakan
tulisan yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa purba di lembah sungai Hoang Ho
itu. Tulisan ini ditulis oleh para ahli nujum yang meramalkan kejadian-kejadian
yang bakal terjadi. Berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti perjalanan,
perburuan, panen, pemerintahan dan sebagainya dapat diketahui dari
goresan-goresan itu. Ini pada umumnya adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh orang-orang yang membutuhkan bantuan (ramalan) dari para
ahli nujum itu.
Tulisan
yang berupa goresan-goresan ini akhirnya dapat dirumuskan dan diklassifikasikan
sebagai tulisan gambar, karena ternyata sebagian dari lambang-lambang yang
dipakai masih berupa gambar konkrit, meskipun ada juga terdapat lambang gambar
yang sudah disederhanakan. Penemuan ini akhirnya berkesimpulan bahwa tulisan
seperti ini digunakan di masa dinasti Syang (1550-1050 sM.).
Penggunaan
kulit penyu dan tulang belulang sebagia media tulis, pada waktu ini, merupakan
gambaran yang khas dari peradaban masyarakat purba di kawasan Timur Jauh ini,
setidaknya pada satu priode tertentu dalam perjalanan sejarah bangsa Tionghoa.
Pada masa dinasti Syang, peranan ahli nujum dalam kehidupan sosial, agaknya sangat besar sekali. Oleh sebab itu banyak sekali masalah-masalah kemasyarakatan yang digantungkan pada ramalan mereka, mulai dari masalah pribadi sampai kepada masalah ketatanegaraan dan kekuasaan.
Pada masa dinasti Syang, peranan ahli nujum dalam kehidupan sosial, agaknya sangat besar sekali. Oleh sebab itu banyak sekali masalah-masalah kemasyarakatan yang digantungkan pada ramalan mereka, mulai dari masalah pribadi sampai kepada masalah ketatanegaraan dan kekuasaan.
Semua
jawaban atas pertanyaan itu dituangkan pada media kulit penyu dan tulang
belulang itu. Media ini terlebih dahulu dilicinkan dan diberi lobang-lobang.
Kemudian dengan memasukkan besi yang sudah dipanaskan, maka lobang-lobang itu
akan menimbulkan retakan-retakan. Dari retakan itulah ahli nujum mengembangkan
menjadi bentyuk-bentuk tertentu, mungkin berupa gambar binatang,
tumbuh-tumbuhan, serta gambar-gambar benda, dan dari gambar yang dihasilkan
itulah dipahami pengertian tentang apa yang bakal terjadi, seperti panen yang
akan melimpah ruah atau kekuasaan yang akan hancur dan sebagainya.
Cara-cara
pelambangan gambar untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti yang
dilakukan oleh ahli-ahli nujum ini ternyata membawa dampak positif bagi perkembangan
tulisan Tionghoa untuk masa-masa selanjutnya. Penggunaan gambar untuk
melambangkan suatu pengertian ucapan, sampai saat ini masih tetap digunakan.
Sekalipun cara penggambarannya sudah semakin disederhanakan, namun tidak
mengubah fungsi lambang itu sendiri sebagai lambang pengertian ucapan. Tidak
dapat dielakkan pula bahwa sistem ini menuntut penggunaan lambang yang sangat
banyak, karena satu gambar mengemban satu pengertian ucapan. Akan tetapi,
sebaliknya, sistem ini memiliki keuntungan lain pula, yaitu tulisan gambar
(pictografis) ini, dapat dibaca oleh setiap kelompok masyarakat yang menganut
sistem ini, meskipun ada perbendaan-perbedaan bunyi ucapan di antara kelompok
-kelompok itu.
Penggunaan
media kulit penyu dan tulang-belulang, ternyata juga menuntun kemajuan yang
lebih cepat dalam bidang penggunaan media tulis pada masyarakat Tionghoa.
Belahan-belahan bambu dan kayu akhirnya menggantikan kulit penyu dan tulang,
namun tetap dengan menggunakan besi panas sebagai alat tulisnya. Setelah bambu
dan kayu dirasakan kurang praktis dan berat, maka orang-orang Tionghoa beralih
ke penggunaan kain sutera, setelah sebelumnya mereka menemukan cara-cara
pembuatan tinta, yaitu dengan menggunakan minyak rengas yang diberi warna hitam
dengan jelaga.
Pada
abad pertama Masehi, masyarakat Tionghoa telah meramu kertas untuk menggantikan
sutera yang dirasakan terlalu mahal. Bahan baku bagi pembuatan kertas ini
adalah pakaian bekas, jerami dan kulit kayu. Bahan ini terlebih dahulu
dihancurkan, kemudian disaring dan dituangkan pada wadah yang datar, dan
beberapa waktu kemudian, mereka pun berhasil memutihkan kertas yang sudah jadi
itu.
Kepandaian
membuat kertas ini dipelajari oleh orang-orang Islam dari Tionghoa, terutama
pada saat pesatnya kegiatan dagang antara Timur Tengah dengan wilayah ini.
Pabrik kertas pertama didirikan oleh umat Islam di Samarkand dan pada masa-masa
selanjutnya diikuti pula oleh wilayah-wilayah Islam lainnya. Orang-orang Barat,
seperti Perancis dan Italia memperoleh kepandaian ini dari Spanyol sekitar
tahun 1200 M. Pada saat Eropa mulai mengembangkan pembuatan kertas ini, orang
Tionghoa telah mengembangkan teknologi percetakan. Ini sudah mereka rintis
penggunaannya semenjak tahun 770 M. dengan menggunakan cetakan kayu.
Dalam sejarah
kehidupan manusia, ada banyak sekali penemuan-penemuan baru yang mampu merubah
tata cara hidup manusia. Dengan adanya penemuan-penemuan tersebut menjadikan
sistem kehidupan manusia semakin maju dan berkembang.
Berikut
ini adalah 7 penemuan paling bersejarah dalam peradaban manusia sejak zaman
purba yang kelak (kini) mampu merubah tata cara hidup manusia menjadi lebih
maju.
1.
Api
Pada
awal masa sejarahnya, manusia hidup di bumi belum mengenal api. Tidak ada
sistem memasak bahan makanan. Semua langsung dimakan. Beberapa hasil penelitian
menyebutkan bahwa manusia purba pertama kali menemukan api tanpa sengaja ketika
petir menyambar pohon dilingkungan koloninya. Semenjak itu manusia purba
mencoba untuk menggosok-gosokkan benda keras seperti batu hingga ranting kayu
yang kering untuk membuat nyala api. Hingga akhirnya ditemukanlah sistem
memasak, berburu modern dan berakhir pada penerangan kita malam tiba.
2.
Bahasa
Dengan
ditemukannya api, maka secara tidak langsung telah menciptakan gaya hidup
berkoloni dan berkumpul untuk mendapatkan kehangatan dimalam hari serta
menghindari dari rasa takut akan kegelapan. Hal inilah yang mendorong
terciptanya sebuah sistem komunikasi yang kita kenal dengan bahasa. Walaupun
pada masa itu mungkin bahasa yang digunakan masih berupa bahasa isyarat atau
gerak tubuh. Berawal dari hal inilah kemudian peradaban manusia maju dengan
pesat serta komunikasi antar manusia menyebar ke seluruh daratan Bumi.
3.
Roda
Dengan
semakin berkembangnya sistem komunikasi, jarak kemudian menjadi masalah ketika
seseorang ingin mengunjungi lainnya. Hutan serta kondisi jalan darat yang buruk
kemudian menjadi penghalang sebelum akhirnya ditemukan sebuah benda bundar
dengan poros ditengahnya. Benda tersebut yang akhirnya kini kita kenal dengan
nama RODA. Dengan ditemukannya roda, peradaban manusia kemudian semakin
berkembang lagi dengan terciptanya kereta, kendaraan pertama yang ditemukan
oleh manusia.
4.
Mesiu
Perang
terjadi antar manusia tidak hanya pada masa modern, namun pada zaman manusia
primitif pun sudah ada yang namanya perang. Sebelum ditemukannya mesiu, perang
terjadi secara jarak dekat dengan menggunakan senjata tajam seperti tombak
serta panah. Mesiu menjadi penemuan paling besar dalam peradaban manusia karena
menghasilkan ide-ide untuk menciptakan senjata perang yang jaraknya sangat
jauh, seperti senjata api, meriam, dan lain-lain.
Bubuk
mesiu atau bubuk hitam merupakan bahan peledak yang terbuat dari campuran
belerang, arang, dan kalium nitrat, yang membakar sangat cepat dan bahan
pendorong pada senjata api serta kembang api. Bubuk mesiu ditemukan oleh
seorang ahli kimia Cina pada abad ke-9 ketika sedang mencoba membuat ramuan
kehidupan abadi.
Penemuan
bubuk mesiu ini diperkirakan adalah hasil dari percobaan-percobaan kimia selama
berabad-abad. Kalium nitrat sendiri sudah ditemukan oleh kebudayaan Cina pada
pertengahan abad ke-1, dan banyak bukti bahwa penggunaannya dengan belerang
banyak dipakai sebagai obat. Sebuah tulisan tentang kimia dari Cina pada tahun
492 menuliskan bahwa kalium nitrat menghasilkan api ungu ketika dibakar,
membuatnya dapat dikenali dan dipelajari lebih lanjut.
5.
Uang
Manusia
adalah makhluk sosial, bahkan semenjak manusia pertama diciptakan. Mereka
saling membutuhkan satu dengan lainnya, hal inilah yang kemudian menciptakan
sistem barter dalam kehidupan sosial manusia primitif. Namun sejak ditemukan
uang, sistem barter kemudian secara perlahan menghilang dan menjadi sangat
mudah.
6.
Listrik
Dalam
hal kelistrikan, memang banyak tokoh yang telah berpartisipasi. Sebut saja de
Coulomb, Alesandro Volta, Hans C. Cersted, dan Andre Marie Ampere. Mereka ini
dianggap sebagai “jago-jago” terbaik di bidang listrik. Namun dari semua itu,
orang tak boleh melupakan satu nama yang sangat berjasa dan dikenal sebagai
perintis dalam meneliti tentang listrik dan magnet. Dialah Michael Faraday,
seorang ilmuwan asal Inggris yang berhasil menemukan motor listrik pertama,
suatu skema pertama penggunaan arus listrik untuk membuat sesuatu benda
bergerak. Betapa pun primitifnya, namun penemuan Faraday ini merupakan “nenek
moyang” dari semua motor listrik yang digunakan dunia sekarang ini. Sejak
penemuannya yang pertama pada tahun 1821, Michael Faraday si ilmuwan autodidak
ini namanya mulai terkenal. Hasil penemuannya dianggap sebagai pembuka jalan
dalam bidang kelistrikan.
7.
Telekomunikasi
Dengan
ditemukannya listrik, kemudian ditemukan juga sebuah penemuan yang mampu
mengubah wajah dunia serta menurunkan kesulitan berkomunikasi jarak jauh hingga
mendekati 0. Antonio Santi Giuseppe Meucci, (13 April 1808—18 Oktober 1889)
adalah seorang penemu berkebangsaan Italia yang menemukan sebuah alat
komunikasi modern yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekarang ini untuk
kehidupan sosial yaitu telepon.
Umumnya
penemu telepon yang lebih dikenal masyarakat adalah Alexander Graham Bell,
namun sepertinya sejarah harus ditulis ulang karena adalah seorang imigran dari
Firenze (Florence), Italia yang bernama Antonio Meucci yang telah menciptakan
telepon pada tahun 1849 dan mematenkan hasil karyanya pada tahun 1871. Selama
ini, Alexander Graham Bell lebih dikenal sebagai bapak telepon, tetapi pada
tanggal 11 Juni 2002 dikongres Amerika Serikat, Antonio Meucci ditetapkan
sebagai penemu telepon.
REFERENSI
: